Rahasia Hidup Bahagia Menurut Perspektif Hindu

 Hidup bahagia adalah pikiran dasar dan impian setiap insan manusia. Ada banyak hal yang dilakukan untuk meraih kebahagiaan sepanjang hidup. Ternyata upaya untuk menemukan rasa bahagia, baik dalam bathin maupun secara fisik membuat manusia berjuang dari abad ke abad, dengan berbagai cara. 

Perasaan bahagia memang tidak bisa diukur dengan mudah. Rasa itu ada di hati, kadarnya pun berbeda pada setiap orang, apalagi kalau dihubungkan dengan perasaan lain, yaitu kepuasan. Meskipun seseorang sudah begitu kaya dengan harta benda maupun memiliki status sosial tinggi, ternyata sering merasa sepi di tengah kemewahan dan "karir"nya dalam perusahaan, pemerintahan maupun di tengah komunitas masyarakat. 

Sementara itu, ada banyak orang yang tampaknya hidup sederhana lebih sering tersenyum, tertawa bersama keluarga dan menikmati setiap detik perjalanan hidupnya. Inilah yang sering membuat orang berpikir apa yang membedakan perasaan bahagia itu, katakanlah kalau dilihat dari status sosial, kekayaan fisik maupun hubungannya dengan orang-orang di sekitarnya. 

Dalam agama Hindu diajarkan tentang Trikaya Parisudha yaitu tentang bagaimana kita mengendalikan pikiran, perkataan dan perbuatan. Harus ada sinkronisasi antara pikiran, perkataan dan perbuatan. 


Pikiran adalah bagian dari anugrah Tuhan yang memberikan kesempatan kepada manusia untuk tidak langsung berkata, meskipun hal itu sepertinya sangat penting untuk diucapkan. Begitu pula pikiran itu seharusnya bisa membuat kita untuk langsung berbuat, menunda atau tidak akan melakukannya sama sekali. 

Manusia yang terkena dampak dari sebuah kalimat atau kata, maka dia atau pihak terkait akan sulit melupakan, terutama perkataan buruk, sindiran, hinaan atau kalimat tanpa etika lainnya, baik yang diucapkan langsung pada yang orang yang dimaksud, maupun yang tidak langsung, namun akhirnya orang yang dituju akan tahu pada waktunya. 

Kata-kata adalah lebih tajam dari sebilah pedang, yang jika tidak dikendalikan dengan pikiran yang baik, maka akan membuat orang lain sedih dan tidak bahagia. Pada akhirnya cepat atau lambat, orang yang mengucapkan kata-kata buruk itu akan terkena hukum karma, yang mungkin lebih buruk daripada korbannya. 

Perbuatan buruk adalah hasil dari pikiran jahat, nyinyir dan tidak sesuai etika agama dan adat istiadat, maupun hukum dunia yang dibuat oleh manusia (negara). Ada banyak perbuatan jahat yang bisa bertahan lama, yaitu tidak ada yang mengetahui perbuatan orang tersebut, misalnya mencuri harta warisan, menggelapkan pendapatan (income) dari perusahaan, tidak melaporkan dana kepada negara (pajak), atau mengambil hak waris untuk kepentingan pribadi. 

Jika perbuatan semacam itu dilakukan, maka cepat atau lambat ada hukum karma yang akan berjalan, kemudian hukum negara pun akan terjadi, lalu sanksi sosial yang akan menimpa dirinya sendiri maupun keluarganya. 

Selain sifat tamak dan serakah, seseorang yang tidak bisa mengendalikan perkataan dan perbuatannya adalah karane merasa paling hebat, merasa paling berhak, sangat berjasa, dan sangat ingin mendominasi salam segala urusan, meskipun itu bukan haknya. Di dalam diri orang ini tidak ada welas asih, apalagi memahami apa itu makna dan implementasi dari Tat Twam Asi. 

Jika orang tidak punya pemahaman tentang ajaran Tat Twam Asi, maka orang ini sangat mudah untuk iri dan dengki. Dalam bahasa gaulnya, orang ini tidak senang melihat orang lain atau anggota keluarganya bahagia. 

Mereka juga tidak paham, mungkin lupa kalau ada ajaran Tri Hita Karana. Bahwa harus ada keselarasan hubungan manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan harmonis pula dengan manusia lainnya. 

Seberapa besar apapun yadnya yang dilakukan, bahkan merasa paling paham soal Panca Yadnya, bahkan terlibat di dalam sebuah ritual dan upacara, seperti ikut mengaturnya sedemikian rupa, namun lupa dengan istiadat serta desa kala patra, maka apa pun yang dilakukan akan menjadi sia-sia. Perbuatan mendominasi hanya akan menimbulkan perasaan tidak nyaman pada orang-orang disekitarnya. 

Orang-orang yang tidak pernah merasa puas, selalu iri dengki, lalu tidak kapok untuk berbuat jahat, maka pada akhirnya orang seperti ini tidak akan pernah merasa puas, jauh dari rasa bahagia. Dampak pertamanya adalah kehilangan respek dari banyak orang, bahkan anggota keluarga inti akan menjauh, begitu pula masyarakat atau komunitasnya. 

Meskipun orang tersebut terlibat dalam berbagai kegiatan sosial dan amal, namun karena tidak didasari oleh ajaran Tri Kaya Parisudha, Tat Twam Asi dan Tri Hita Karana, serta mengabaikan adat istiadat dan filosofi desa kala patra, maka semua perbuatan yang dianggap baik itu hanya akan sia-sia, dan tidak menjadi jalan menuju kebahagiaan. 

Dalam bahasa gaul sering dikatakan bahwa bahagia itu sederhana. Berbahagialah kalau melihat orang (keluarga) yang sedang berbahagia. Dengan semangat Tri Kaya Parisudha dan Tatwam Asi serta menjalankan filosofi yang terkandung dalam ajaran Tri Hita Karana, maka rasa bahagia itu akan terwujud dan bisa dirasakan diri sendiri dan siapapun di sekitar kita. 

Comments

Popular posts from this blog

Bhagavad Gita: An incredible dialogue between Arjuna & Lord Krishna

Pura Santi Agung Bhuwana a Hindu temple in the land of four seasons

Kenapa Bali Disebut Sebagai Pulau Dewata?